Sabtu, 06 April 2013

Komponen-komponen dan desain pengembangan kurikulum


Komponen Dan Desain Pengembangan Kurikulum



Semua program pendidikan di berbagai jenjang dan jenis pendidikan dirancang untuk mencapai tujuan pendidikan. Rancangan program pendidikan di setiap jenjang dan jenis pendidikan disebut dengan istilah kurikulum. Kurikulum adalah niat dan harapan yang dituangkan dalam bentuk rencana atau program pendidikan untuk dilaksanakan oleh guru di sekolah. Kurikulum merupakan salah satu alat untuk membina dan mengembangkan siswa menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak   mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Dengan demikian kurikulum dan pembelajaran PAI yang dirancang seharusnya dapat menghantarkan siswa kepada pengetahuan dan pemahaman yang utuh dan seimbang antara penguasaan ilmu pengetahuan tentang agama islam dengan kemampuan pelaksanaan ajaran serta pengembangan nilai-nilai akhlakul karimah.
Guru PAI merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kualitas pembelajaran pendidikan agama islam. Faktor lain yang mempengaruhi pembelajaran PAI adalah siswa. Dengan demikian, komponen dan desain kurikulum sangat mempengaruhi dalam proses belajar mengajar. Namun, betapapun bagusnya kurikulum yang telah dibuat, hasilnya tergantung pada guru yang mengajarkannya di dalam kelas.

A.    Komponen Pengembangan Kurikulum
Kerangka kerja pengembangan kurikulum bertujuan untuk membuat proses, implementasi, dan pengawasan (monitoring) kurikulum agar lebih mudah dikelola. Kegiatan ini terdiri dari sembilan komponen sebagai berikut:

1.      Kebijakan Umum dalam Kegiatan Belajar-Mengajar
Komponen utama dalam kerangka kerja pengembangan kurikulum adalah kebijakan dalam kegiatan belajar-mengajar. Kebijakan didefinisikan sebagai pelatihan atau metode kegiatan yang telah dipilih (baik oleh lembaga, kelompok, atau secara individual) dari sekian alternative yang ada, dan dalam kondisi yang diberikan untuk membantu dan menentukan keputusan saat ini dan di masa depan.
Kebijakan umum berfokus pada sasaran area yang kompleks. Contohnya dalam kebijakan umum adalah kebijakan dalam belajar-mengajar, persamaan kesempatan, pengembangan staf, atau kebutuhan khusus. Sedangkan, kebijakan khusus adalah kebijakan yang berfokus pada konsentrasi yang kurang kompleks, dan lebih bertanggung jawab pada kodefikasi protokoler, misalnya kebijakan prosedur alur dalam kesepakatan dan hasil tujuan.
Dapat diidentifikasi lima karakteristik kurikulum yang mudah diterima di sekolah, yaitu:
a.       Breadth. Kurikulum harus membawa siswa ke dalam kontak dengan Sembilan area pengalaman belajar.
b.      Balance, atau adanya keseimbangan antara berbagai jenis belajar dan pengalaman.
c.       Relevance, yang berkaitan kemampuan siswa dalam membangun dirinya, baik di saat ini maupun di masa yang akan datang.
d.      Differentiation. Kurikulum untuk mengikuti dan menyesuaikan dengan perbedaan kemampuan dan karakteristik setiap siswa.
e.       Progression dan continuity. Pengalaman belajar akan menghasilkan hasil belajar yang mendukung peningkatan kemampuan siswa selama waktu yang telah ditentukan.
Faktor penting dalam kebijakan belajar-mengajar adalah peran guru. Maka mereka harus dilibatkan dalam pengambilan keputusan, karena mereka mengetahui kondisi kelas yang sebenarnya.

2.      Program Kegiatan
Strategi program kegiatan digunakan untuk memfasilitasi implementasi kebijakan dan pengawasan. Tujuan dari program kegiatan ini adalah untuk memfasilitasi implementasi oleh pengambil satu kebijakan dan membuatnya fokus pada seluruh tingkatan sekolah selama periode kegiatan belajar.

3.      Rencana Pengembangan Sekolah
Dalam hal ini terdapat hubungan antara kebijakan untuk belajar-mengajar, program kegiatan, dan rencana pengembangan sekolah, yang merupakan salah satu prioritas utama. Oleh karena itu, diharapkan adanya program kegiatan yang berkenaan dengan kebutuhan perencanaan pengembangan sekolah.

4.      Organisasi dan Struktur Kurikulum
Struktur dan organisasi dokumen kurikulum menampilkan respon sekolah sebagai berikut:
a.       Jumlah waktu yang ditetapkan dalam perbedaan atau kombinasi subjek.
b.      Bagaimana perbedaan subjek diterapkan dalam organisasi kurikulum.
c.       Bagaimana memutuskan struktur kurikulum yang telah disetujui untuk disebarkan kepada guru.

5.      Skema Kerja
Skema kerja mempresentasikan apa yang telah dibuat dalam penentuan keputusan tentang struktur dan organisasi kurikulum. Pada masa ini siswa harus mempunyai kemampuan yang progresif dan memahami sistem informasi.

6.      Penilaian, Perekaman, dan Pelaporan
Banyak sekolah yang memiliki koordinator sendiri, yang menjadi kunci utama dalam kegiatan penilaian. Koordinator kurikulum harus dapat berkomunikasi yang baik dengan koordinator penilaian, agar dapat menghasilkan dokumen kebijakan yang efektif yang mengindikasikan bagaimana penilaian akan diambil dalam berbagai kajian kurikulum.

7.      Petunjuk Teknis
Petunjuk teknis atau guidelines berfungsi dalam menjawab pertanyaan “bagaimana”. Pembuatan guidelines bertujuan untuk memberikan respon pertama pada pertanyaan yang muncul, serta untuk membantu memudahkan guru dalam proses belajar-mengajar.

8.      Perencanaan Jangka Pendek dan Menengah
Perencanaan jangka menengah sering digunakan dalam kelompok tim tahunan, yang didukung oleh manajer mata pelajaran agar kurikulum dapat diorganisasi dalam kurun waktu yang disetujui.

9.      Strategi Monitoring
Komponen ini adalah komponen terakhir keangka kerja pengembangan kurikulum. Outline strategi monitoring yang akan diadopsi di sekolah harus mengacu pada implementasi kebijakan belajar mengajar dan diperhatikan kualitas monitoring.

B.     Desain Pengembangan Kurikulum
Fred Percifal dan Henry Ellington (1984) mengemukakan bahwa desain kurikulum adalah pengembangan proses perencanaan, validasi, implementasi, dan evaluasi kurikulum. Saylor mengajukan delapan prinsip sebagai acuan dalam mendesain kurikulum sebagai berikut.
1.      Desain kurikulum harus memudahkan dan mendorong seleksi serta pengembangan semua jenis yang esensial bagi pencapaian prestasi belajar, sesuai dengan hasil yang diharapkan;
2.      Desain memuat berbagai pengalaman belajar yang bermakna dalam rangka merealisasikan tujuan-tujuan pendidikan;
3.      Desain harus memungkinkan dan menyediakan peluang bagi guru untuk menggunakan prinsip-prinsip belajar dalam memilih, membimbing, dan mengembangkan berbagai kegiatan belajar di sekolah;
4.      Desain harus memungkinkan guru untuk menyesuaikan pengalaman dengan kebutuhan, kapasitas dan tingkat kematangan siswa;
5.      Desain harus mendorong guru mempertimbangkan berbagai pengalaman belajar anak yang diperoleh di luar sekolah dan mengaitkannya dengan kegiatan belajar di sekolah;
6.      Desain harus menyediakan pengalaman belajar yang berkesinambungan, agar kegiatan belajar siswa berkembang sejalan dengan pengalaman terdahulu dan terus berlanjut pada pengalaman berikutnya.
7.      Kurikulum harus didesain agar dapat membantu siswa mengembangkan watak, kepribadian, pengalaman, dan nilai-nilai demokrasi yang menjiwai kultur; dan
8.      Desain kurikulum harus realistis, layak, dan dapat diterima.
Desain kurikulum dapat didefinisikan sebagai rencana atau susunan dari unsur-unsur pokok kurikulum yang terdiri atas tujuan, isi, pengalaman belajar, dan evaluasi, yang sesuai dengan inti setiap model desain.
Para pengembang kurikulum telah mengonstruksi kurikulum menurut dasar-dasar pengkategorian berikut:
a.       Subject-centered design, yaitu desain yang berpusat pada mata pelajaran;
b.      Learner-centered design, yaitu desain yang berpusat pada pembelajar; dan
c.       Problem-centered design, yaitu desain yang berpusat pada permasalahan.

C.    Model Desain Pembelajaran Sistematik
Model desain pembelajaran sistematik (Dick dan Carey, 1990) meliputi Sembilan langkah, yaitu:
1.      Mengidentifikasi tujuan umum instruksional;
2.      Melaksanakan analisis instruksional;
3.      Mengidentifikasi perilaku dan karakteristik awal sekolah;
4.      Menuliskan tujuan khusus performa;
5.      Mengembangkan butir tes acuan patokan;
6.      Mengembangkan strategi instruksional;
7.      Mengembangkan dan memilih materi atau bahan instruksional;
8.      Mendesain dan melaksanakan evaluasi formatif (Evaluasi sumatif tidak dimasukkan dalam komponen desain sistem instruksional ini); dan
9.      Melakukan revisi instruksional.

Jumat, 05 April 2013

Model Pembelajaran


MODEL – MODEL PEMBELAJARAN
Model adalah pola umum perilaku pembelajaran untuk mencapai tujuan pembelajaran yang diharapkan. Menurut Joyce & Weil berpendapat bahwa model pembelajaran adalah suatu rencana atau pola yang dapat digunakan untuk membentuk kurikulum (rencana pembelajaran jangka panjang), merancang bahan-bahan pembelajaran, dan membimbing pembelajaran di kelas atau yang lainnya. Model pembelajaran dapat dijadikan pola pilihan, artinya para guru boleh memilih model pembelajaran yang sesuai dan efisien untuk mencapai tujuan pendidikannya. Model – model pembelajarannya adalah sebagai berikut :
1)       Model Pembelajaran Kontekstual (Contextual Teaching and Learning)
Elaine B. Johnson, mengatakan pembelajaran kontekstual adalah sebuah system yang merangsang otak untuk menyusun pola-pola yang mewujudkan makna. Elaine mengatakan bahwa pembelajaran kontekstual adalah suatu sistem pembelajaran yang cocok dengan otak yang menghasilkan makna dengan menghubungkan muatan akademis dengan konteks dari kehidupan sehari-hari siswa. Jadi, pembelajaran kontekstual adalah usaha untuk membuat siswa aktif dalam memompa kemampuan diri tanpa merugi dari segi manfaat, sebab siswa berusaha mempelajari konsep sekaligus menerapkan dan mengkaitkannya dengan dunia nyata. Ini disebut dengan pendekatan CTL yaitu keterkaitan setiap materi atau topic pembelajaran dengan kehidupan nyata. Kemampuan melaksanakan proses pembelajaran melalui CTL yang baik didasarkan pada penguasaan konsep apa, mengapa, dan bagaimana CTL itu. Melalui pemahaman konsep yang benar dan mendalam terhadap CTL itu sendiri, akan  membekali kemampuan para guru menerapkannya secara lebih luas, tegas, dan penuh keyakinan, karena memang telah didasari oleh kemampuan konsep teori yang kuat.
A.      Konsep Dasar Pembelajaran Kontekstual
Pembelajaran kontekstual merupakan konsep belajar yang dapat membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat, (Nurhadi, 2002).
Untuk memperkuat dimilikinya pengalaman belajar yang aplikatif bagi siswa, tentu saja diperlukan pembelajaran yang lebih banyak memberikan kesempatan kepada siswa untuk melakukan, mencoba, dan mengalami sendiri (learning to do), dan bahkan sekedar pendengar yang pasif sebagaimana penerima terhadap semua informasi yang disampaikan guru.
CTL memungkinkan siswa menghubungkan isi mata pelajaran akademik dengan konteks kehidupan sehari-hari untuk menemukan makna. CTL memperluas konteks pribadi siswa lebih lanjut melalui pemberian pengalaman segar yang akan merangsangn otak guna menjalin hubungan baru untuk menemukan makna yang baru (Johnson, 2002).
Sistem CTL adalah proses pendidikan yang bertujuan membantu siswa melihat makna dalam materi akademik yang mereka pelajari dengan jalan menghubungkan mata pelajaran akademik dengan isi kehidupan sehari-hari, yaitu dengan konteks kehidupan pribadi, social dan budaya.
Ciri khas CTL (contextual teaching and learning) ditandai oleh tujuh komponen utama, yaitu 1) Constructivism; 2) Inquiry; 3) Questioning; 4) Learning Community; 5) Modelling; 6) Reflection; dan 7) Authentic Assesment.
Sebelum melaksanakan pembelajaran dengan menggunakan CTL, tentu saja terlebih dahulu guru harus membuat desain/scenario pembelajarannya, sebagai pedoman umum dan sekaligus sebagai alat control dalam pelaksanaannya. Pada intinya pengembangan setiap komponen CTL tersebut dalam pembelajaran dapat dilakukan melalui langkah-langkah sebagai berikut:
1)       Mengembangkan pemikiran siswa untuk melakukan kegiatan belajar lebih bermakna, apakah dengan cara bekerja sendiri, menemukan sendiri, dan megonstruksi sendiri pengetahuan dan keterampilan baru yang akan dimilikinya.
2)       Melaksanakan sejauh mungkin kegiatan inquiry untuk semua topic yang diajarkan.
3)       Mengembangkan sifat ingin tahu siswa melalui memunculkan pertanyaan-pertanyaan.
4)       Menciptakan masyarakat belajar, seperti melalui kegiatan kelompok berdiskusi, tanya jawab, dan lain sebagainya.
5)       Menghadirkan model sebagai contoh pembelajaran, bisa melalui ilustrasi, model, bahkan media yang sebenarnya.
6)       Membiasakan anak untuk melakukan refleksi dari setiap kegiatan pembelajaran yang telah dilakukan.
7)       Melakukan penilaiansecara objektif, yaitu menilai kemampuan yang sebenarnya pada setiap siswa.

B.      Komponen Pembelajaran Kontekstual
Komponen pembelajaran kontekstual meliputi :
1)       Menjalin hubungan-hubungan yang bermakna (making meaningful connections).
2)       Mengerjakan pekerjaan-pekerjaan yang berarti (doing significant work).
3)       Melakukan proses belajar yang diatur sendiri (self-regulated learning).
4)       Mengadakan kolaborasi (collaborating).
5)       Berpikir kritis dan kreatif (critical and creative thinking).
6)       Memberikan layanan secara individual (nurturing the individual).
7)       Mengupayakan pencapaian standar yang tinggi (reaching high standards) dan,
8)       Menggunakan asesmen autentik (using authentic assessment).

C.      Prinsip Pembelajaran Kontekstual
CTL, sebagai suatu model, dalam implementasinya tentu saja memerlukan perencanaan pembelajaran yang mencerminkan konsep dan prinsip CTL. Setiap model pembelajaran, di samping memiliki unsure kesamaan, juga ada beberapa perbedaan tertentu. Hal ini karena setiap model memiliki karakteristik khas tertentu, yang tentu saja berimplikasi pada adanya perbedaan tertentu pula dalam membuat desain (scenario) yang disesuaikan dengan model yang akan diterapakan.
Ada tujuh prinsip pembelajaran kontekstual yang harus dikembangkan oleh guru, yaitu :
1)       Konstruktivisme (Constructivism)
Kontruktivisme merupakan landasan berpikir (filosofi) dalam CTL, yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas.Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta, konsep atau kaidah yang siap untuk diambil dan diingat. Manusia harus membangun pengetahuan yang memberi makna melalui pengalaman yang nyata. Batasan konstruktivisme di atas memberikan penekanan bahwa konsep bukanlah tidak penting sebagai bagian integral dari pengalaman belajar yang harus dimiliki oleh siswa, akan tetapi bagaimana dari setiap konsep atau pengetahuan yang dimiliki siswa itu dapat memberikan pedoman nyata terhadap siswa untuk diaktualisasikan dalam kondisi nyata.
2)       Menemukan (Inquiry)
Kegiatan inti dari CTL, melalui upaya menemukan akan memberikan penegasan bahwa pengetahuan dan keterampilan serta kemampuan-kemampuan lain yang diperlukan bukan merupakan hasil dari mengingat seperangkat fakta-fakta, tetapi merupakan hasil menemukan sendiri.Kegiatan pembelajaran yang mengarah pada upaya menemukan, telah lama diperkenalkan pula dalam pembelajaran inquiry and discovery (mencari dan menemukan). Unsur menemukan dari kedua pembelajaran (CTL dan inquiry and discovery) secara prinsip tidak banyak perbedaan, intinya sama, yaitu model atau system pembelajaran yang membantu siswa baik secara individu maupun kelompok belajar untuk menemukan sendiri sesuai dengan pengalaman masing-masing.
3)       Bertanya (Questioning)
Pengetahuan yang dimiliki seseorang selalu bermula dari bertanya. Oleh karena itu, bertanya merupakan strategi utama dalam CTL. Penerapan unsure bertanya dalam CTL harus difasilitasi oleh guru, kebiasaan siswa untuk bertanya atau kemampuan guru dalam menggunakan pertanyaan yang baik akan mendorong pada peningkatan kualitas dan produktivitas pembelajaran. Melalui penerapan bertanya, pembelajaran akan lebih hidup, akan mendorong proses dan hasil pembelajaran yang lebih luas dan mendalam, dan akan banyak ditemukan unsure-unsur terkait yang sebelumnya tidak terpikirkan baik oleh guru maupun ole siswa. Oleh karena itu, cukup beralasan jika dengan pengembangan bertanya produktivitas pembelajaran akan lebih tinggi karena dengan bertanya, maka : 1) Dapat menggali informasi, baik administrasi maupun akademik; 2) Mengecek pemahaman siswa;  3) Membangkitkan respons siswa; 4) Mengetahui sejauhmana keingintahuan siswa; 5) Mengetahui hal-hal yang diketahui siswa; 6) Memfokuskan perhatian siswa; 7) Membangkitkan lebih banyak lagi pertanyaan dari siswa dan; 8) Menyegarkan kembali pengetahuan yang telah dimiliki siswa.
4)       Masyarakat  Belajar (Learning Community)
Masyarakat belajar adalah membiasakan siswa untuk melakukan kerja sama dan memanfaatkan sumber belajar dari teman-teman belajarnya. Manusia diciptakan sebagai mahluk individu sekaligus sebagai mahluk social. Hal ini berimplikasi pada ada saatnya seseorang bekerja sendiri untuk mencapai tujuan yang diharapkan, namun di sisi lain tidak bias melepaskan diri ketergantungan dengan pihak lain. Penerapan learning community dalam pembelajaran dikelas akan banyak bergantung pada model komunikasi pembelajaran yang dikembangkan oleh guru. Dimana dituntut keterampilan dan profesionalisme guru untuk mengembangkan komunikasi banyak arah (interaksi), yaitu model komunikasi yang bukan hanya hubungan antara guru dengan siswa atau sebaliknya, akan tetapi secara luas dibuka jalur hubungan komunikasi pembelajaran antara siswa dengan siswa lainnya.
Kebiasaan penerapan dan mengembangkan masyarakat belajar dalam CTL sangat dimungkinkan dan dibuka dengan luas memanfaatkan masyarakat belajar lain di luar kelas. Setiap siswa semestinya dibimbing dan diarahkan untuk mengembangkan rasa ingin tahunya melalui pemanfaatan sumber belajar secara luas yang tidak hanya disekat oleh masyarakat belajar  di dalam kelas, akan tetapi sumber manusia lain di luar kelas (keluarga dan masyarakat). Ketika kita dan siswa dibiasakan untuk memberikan pengalaman yang luas kepada orang lain, maka saat itu pula kita atau siswa akan mendapatkan pengalaman yang lebih banyak dari komunitas lain.

5)       Pemodelan (Modelling)
Tahap pembuatan model merupakan alternative untuk mengembangkan pembelajaran agar siswa bisa memenuhi harapan siswa secara menyeluruh, dan membantu mengatasi keterbatasan yang dimiliki oleh para guru.
6)       Refleksi (Reflection)
Refleksi adalah cara berpikir tentang apa yang baru terjadi atau baru saja dipelajari. Dengan kata lain refleksi adalah berpikir kebelakang tentang apa-apa yang sudah dilakukan di masa lalu, siswa mengendapkan apa yang baru dipelajarinya sebagai struktur pengetahuan yang baru yang merupakan pengayaan atau revisi dari pengetahuan sebelumnya. Pada saat refleksi, siswa diberi kesempatan untuk mencerna, menimbang, membandingkan, menghayati, dan melakukan diskusi dengan dirinya sendiri (learning to be).
Pengetahuan yang bermakna diperoleh dari suatu proses yang bermakna pula, yaitu melalui penerimaan, pengolahan, dan pengendapan, untuk kemudian dapat dijadikan sandaran dalam menanggapi terhadap gejala yang muncul kemudian. Melalui model CTL, pengalaman belajar bukan hanya terjadi dan dimiliki ketika seseorang siswa berada didalam kelas, akan tetapi jauh lebih penting dari itu adalah bagaimana membawa pengalaman belajar tersebut keluar dari kelas, yaitu pada saat ia dituntut untuk menanggapi dan memecahkan permasalahan nyata yang dihadapi sehari-hari. Kemampuan untuk mengaplikasikan pengetahuan, sikap, dan keterampilan pada dunia nyatayang dihadapinya akan mudah diaktualisasikan manakala pengalaman belajar itu telah terinternalisasi dalam setiap jiwa siswa dan disinilah pentingnya menerapkan unsure refleksi pada setiap kesempatan pembelajaran.
7)       Penilaian Sebenarnya (Authentic Assessment)
Tahap terakhir dari pembelajaran kontekstual adalah melakukan penilaian. Penilaian sebagai bagian integral dari pembelajaran memiliki fungsi yang amat menentukan untuk mendapatkan informasi kualitas proses dan hasil pembelajaran melalui penerapan CTL. Penilaian adalah proses pengumpulan berbagai data dan informasi yang bisa memberikan gambaran atau petunjuk terhadap pengalaman belajar siswa. Dengan terkumpulny berbagai data dan informasi yang lengkap sebagai perwujudan dari penerapan penilaian, maka akan semakin akurat pula pemahaman guru terhadap proses dan hasil pengalaman belajar setiap siswa.
Program pembelajaran CTL lebih menekankan pada scenario pembelajarannya, yaitu kegiatan tahap demi demi tahap yang dilakukan oleh guru dan siswa dalam upaya mencapai tujuan pembelajaran yang diharapkan. Oleh karena itu, program pembelajaran kontekstual hendaknya :
1.       Nyatakan kegiatan utama pembelajarannya, yaitu sebuah pernyataan kegiatan siswa yang merupakan gabungan antara kompetensi dasar, materi pokok, dan indicator pencapaian hasil belajar.
2.       Rumuskan dengan jelas tujuan umum pembelajarannya.
3.       Uraikan secara terperinci media dan sumber pembelajaran yang akan digunakan untuk mendukung kegiatan pembelajaran yang diharapkan.
4.       Rumuskan scenario tahap demi tahap kegiatan yang harus dilakukan siswa dalam melakukan proses pembelajarannya.
5.       Rumuskan dan lakukan system penilaian dengan memfokuskan pada saat berlangsungnya (proses) maupun setelah siswa tersebut selesai belajar.

D.      Skenario Pembelajaran Kontekstual
Pada intinya pengembangan setiap komponen CTL tesebut dalam pembelajaran dapat dilakukan sebagai berikut :
1.       Mengembangkan pemikiran siswa untuk melakukan kegiatan belajar lebih bermakna apakah dengan cara bekerja sendiri, menemukan sendiri, dan mengonstruksi sendiri pengetahuan dan keterampilan baru yang harus dimilikinya.
2.       Melaksanakan sejauh mungkin kegiatan inquiry untuk semua topic yang diajarkan.
3.       Mengembangkan sifat ingin tahu siswa melalui memunculkan pertanyaan-pertanyaan.
4.       Menciptakan masyarakat belajar, seperti melalui kegiatan kelompok berdiskusi, tanya jawab, dan lain sebagainya.
5.       Menghadirkan model sebagai contoh pembelajaran, bisa melalui ilustrasi, model, bahkan media yang sebenarnya.
6.       Membiasakan anak untuk melakukan refleksi dari setiap kegiatan pembelajaran yang telah dilakukan.
7.       Melakukan penilaian secara objektif yaitu menilai kemampuan yang sebenarnya pada setiap siswa.

2)       Model Pembelajaran Berbasis Komputer
Teknologi informasi dan komunikasi telah berkembang seiring dengan globalisasi sehingga interaksi dan penyampaian informasi akan berlangsung dengan cepat. Pengaruh globalisasi ini dapat berdampak positif dan negative pada suatu Negara. Orang-orang dari berbagai Negara dapat saling bertukar informasi, ilmu pengetahuan dan teknologi. Namun di lain pihak, hal ini menimbulkan digital divide atau perbedaan mencolok antara yang mampu dan yang tidak mampu dalam akses penggunaan ICT.
Dalam sector pendidikan ada suatu program Telematika Pendidikan atau pemanfaatan ICT dalam pendidikan yang juga dikenal e-education. Ada suatu kelompok kerja yang bertanggung jawab untuk mengembangkan program e-education, dibawah naungan Menteri Pendidikan Nasional. Dalam pelaksanaan nya, kelompok kerja tersebut telah menyusun rencana kerja selama lima tahun untuk pengembangan dan pelaksanaan e-education. Tujuannya adalah :
1.       Mengembangkan ICT network untuk umum dan universitas seperti riset dan pendidikan network di Indonesia.
2.        Mengembangkan dan menerapkan kurikulum berbasis ICT.
3.       Mempersiapakan suatu rancangan pengembangan sumber daya manusia dalam mengaplikasikan ICT.
4.       Menggunakan ICT sebagai suatu bagian dari kurikulum pembelajaran di Sekolah, Universitas, dan Pusat-pusat Pelatihan.
5.       Mengadakan program yang berhubungan dengan pendidikan dengan mengikutsertakan sekolah-sekolah dalam pembelajaran seluas-luasnya.
6.       Memfasilitasi penggunaan internet dengan efisien dalam proses pembelajaran.

A. Perspektif Historis Pembelajaran Berbasis Komputer
Pemanfaatan computer dalam bidang pendidikan, khususnya dalam pembelajaran sebenarnya merupakan mata rantai dari sejarah teknologi pembelajaran.  Sejarah pembelajaran berbasis computer dimulai dari munculnya ide-ide untuk menciptakan perangkat teknologi terapan yang memungkinkan seseorang melakukan proses belajar secara individual dengan menerapakan prinsip-prinsip didaktik-metodik tersebut. Dalam sejarah teknologi pembelajaran kita menemukan bahwa karya Sydney L. Pressey (1960) untuk menciptakan mesin mengajar atau teaching machine bisa dicatat sebagai pelopor dalam pemanfaatan teknologi dalam pembelajaran.
B. Model-Model Pembelajaran Berbasis Komputer
1. Model Drills
Model Drills adalah suatu model dalam pembelajaran dengan jalan melatih siswa terhadap bahan pelajaran yang sudah diberikan. Melalui Model Drills akan ditanamkan kebiasaan tertentu dalam bentuk latihan. Dengan latihan yang terus-menerus, maka akan tertanam dan kemudian akan menjadi kebiasaan. Selain itu, untuk menanamkan kebiasaan, model ini juga dapat menambah kecepatan, ketetapan, kesempurnaan dalam melakukan sesuatu serta dapat pula dipakai sebagai suatu cara mengulangi bahan latihan yang telah disajikan, juga dapat menambah kecepatan.
2. Model Tutorial
Program tutorial pada dasarnya sama dengan program bimbingan, yang bertujuan pembelajaran yang sudah diberikan. Melalui model Drills akan ditanamkan kebiasaan tertentu dalam bentuk latihan. Dengan latihan terus menerus, maka akan tertanam dan kemudian akan menjadi kebiasaan. Selain itu, untuk menanamkan kebiasaan, model ini juga dapat menambah kecepatan, ketetapan, kesempurnaan dalam melakukan sesuatu serta dapat pula dipakai sebagai suatu cara mengulangi bahan latihan yang telah disajikan, juga dapat menambah kecepatan. memberikan bantuan kepada siswa agar dapat mencapai hasil belajar secara optimal.Kegiatan tutorial ini memang sangat dibutuhkan sebab siswa yang dibimbing melaksanakan kegiatan belajar mandiriyang bersumber dari modul-modul dalam bidang studi tertentu. Itu sebabnya kegiatan ini sering dikaitkan dengan program pembelajaran modular. Sistem pembelajaran ini direalisasikan dalam berbagai bentuk, yakni pusat belajar modular, program pembinaan jarak jauh, dan system belajar jarak jauh.
Kegiatan pembelajaran berbasis computer (CBI) merupakan istilah umum untuk segala kegiatan belajar yang menggunakan computer, baik sebagian maupun secara keseluruhan. Dewasa ini CBI telah berkembang menjadi berbagai model, mulai dari CAI kemudian mengalami perbaikan menjadi ICAI (Intelligent Computer Assisted Instruction) dengan dasar orientasi aktivitas yang berbeda muncul pula CAL (Computer Aided Learning), CBL (Computer Based Learning), CAPA (Computer Assisted Personalized Assigment), ITS (Intelligent Tutoring System).


3. Model Simulasi
Model Simulasi pada dasarnya merupakan salah satu strategi pembelajaran yang bertujuan memberikan pengalaman belajar yang lebih konkret melalui penciptaan tiruan-tiruan bentuk pengalaman yang mendekati suasana sebenarnya dan berlangsung dalam suasana yang tanpa resiko. Model Simulasi adalah  model CBI yang menampilkan materi pelajaran yang dikemas dalam bentuk simulasi-simulasi pembelajaran dalam bentuk animasi yang menjelaskan konten secara menarik, hidup, dan memadukan unsure teks, gambar, audio, gerak, dan paduan warna yang serasi dan harmonis. Secara umum, tahapan materi model tutorial adalah sebagai berikut : Pengenalan, Penyajian informasi, (simulasi 1, simulasi 2, dan seterusnya), pertanyaan dan respon jawaban, penilaian respons, pemberian feedback tentang respons, pembetulan segmen pengaturan pengajaran dan penutup.
4. Model Instructional Games
Instructional games merupakan salah satu bentuk metode dalam pembelajaran berbasis computer. Tujuan instructional games adalah untuk menyediakan pengalaman belajar yang memberikan fasilitas belajar untuk menambah kemampuan siswa melalui bentuk permainan yang mendidik. Instructional games tidak perlu menirukan realita, namun  dapat memiliki karakter yang menyediakan tantangan yang menyenangkan bagi siswa.
Instructional games dapat terlihat dengan mengenali pola pembelajaran melalui permainan yang dirancang sedemikian rupa, sehingga pembelajaran lebih menantang dan menyenangkan. Keseluruhan permainan memiliki komponen dasar sebagai pembangkit motivasi dengan memunculkan cara berkompetisiuntuk mencapai sesuatu yang diharapkan, yaitu tujuan pembelajaran.

3)       Model Pembelajaran Berbasis Web (e-learning)
Pembelajaran berbasis web yang popular dengan sebutan Web-Based Education (WBE) atau kadang disebut e-learning (electronic learning) dapat didefinisikan sebagai aplikasi teknologi web dalam dunia pembelajaran untuk sebuah proses pendidikan. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa semua pembelajran dilakukan dengan memanfaatkan teknologi internet dan selama proses belajar dirasakan terjadi oleh yang mengikutinya, maka kegiatan itu dapat disebut sebagai pembelajaran berbasis web. Satuhal yang perlu diingat adalah bagaimana teknologi web ini dapat membantu proses belajar. Untuk kepentingan ini materi belajar perlu dikemas berbeda dengan penyampaian yang berbeda pula.
  1. Implementasi pembelajaran berbasis web
Model pembelajaran dirancang dengan mengitegrasikan pembelajaran berbasis web dalam program pembelajaran konvensional tatap muka. Proses pembelajaran konvensional tatap muka dilakukan dengan pendekatan Student Centered Learning (SCL) melalui kerja kelompok. Model ini menuntut partisipasi peserta didik yang tinggi.
Untuk merancang dan mengimplementasikan pembelajaran berbasis web, langkahnya adalah sebagai berikut.
1.             Sebuah program pendidikan untuk peningkatan mutu pembelajaran dilingkungan kampus dengan berbasis web. Program ini dilakukan idealnya selama 5-10 bulan dan dibagi menjadi 5 tahap. Tahap 1, 3, dan 5 dilakukan secara jarak jauh dan untuk itu dipilih media web sebagai alat komunikasi. Sedangkan tahap 2 dan 4 dilakukan secara konvensional dengan tatap muka.
2.             Menetapkan sebuah mata kuliah pilihan di jurusan. Pembelajaran dengan tatap muka dilakukan secara rutin tiap minggu pada tujuh minggu pertama. Setelah itu, tatap muka dilakukan setiap 2 atau 3 minggu sekali.
Dua program pendidikan itu disampaikan melalui berbagai macam kegiatan belajar secara kelompok. Belajar dan mengerjakan tugas secara kolaboratif dalam kelompok sangat dominan pada kedua program tersebut.
B. Interaksi Tatap Muka Virtual
Sekalipun teknologi web memugkinkan pembelajaran dilakukan virtual secara penuh, namun kesempatan itu tidak dipilih. Interaksi satu sama lain untuk dapat berkomunikasi langsung secara tatap muka masih dibutuhkan. Ada tiga alasan mengapa forum tatap muka masih dibutuhkan dalam kegiatan pembelajaran ini. Alasan tersebut adalah :
1.             Perlunya forum untuk menjelaskan maksud dan mekanisme belajar yang akan dilalui bersama secara langsung dengan semua peserta didik.
2.             Perlunya memberikan pemahaman sekaligus  pengalaman belajar dengan mengerjakan tugas secara kelompok dan kolaboratif pada setiap peserta didik.
3.             Perlunya pemberian pelatihan secukupnya dalam menggunakan computer yang akan digunakan sebagai media komunikasi berbasis web kepada setiap peserta didik.
Dalam kegiatan pembeljaran dengan munculnya berbagai software yang dapat digunakan untuk kepentingan pembelajaran, sekarang ini para guru dapat merancang pembelajaran berbasis computer, dengan menggunakan salah satu bahasa pemprograman seperti Delphi, pascal, macromediaflash, swiss MX dan lainnya.  Hal ini dapat memberikan variasi dalam mengajar. Seorang guru tidak harus selalu mejejali siswa dengan  informasi yang membosankan. Dengan menggunakan teknologi informasi seorang guru dapat memanfaatkan computer sebagai total teaching, dimana guru hanya sebagai fasilitator dan siswa dapat belajar dengan berbasis computer baik dengan menggunakan model pembelajaran drills, tutorial, simulasi ataupun instructional games.
C. Pemanfaatan Internet Sebagai Media Pembelajaran
Internet adalah jaringan informasi global, yaitu “the largest global network of computers, that enables people throughout the world to connect with each other”. Internet diluncurkan pertama kali oleh J.C.R Licklider dari MIT (Massachusetts Institute Tehnology) pada agustus 1962. Pemanfaatan internet sebagai media pembelajaran mengondisikan siswa untuk belajar secara mandiri. Pemanfaatan internet sebagai media pembelajaran memiliki beberapa kelebihan sebagai berikut :
1.             Dimungkinkan terjadinya distribusi pendidikan kesemua penjuru tanah air dan kapasitas daya tampung yang tidak terbatas karena tidak memerlukan ruang kelas.
2.             Proses pembelajaran tidak terbatas oleh waktu seperti halnya tatap muka biasa.
3.             Pembelajaran dapat memilih topic atau bahan ajar yang sesuai dengan keinginan dan kebutuhan masing-masing.
4.             Lama waktu belajar juga tergantung pada kemampuan masing-masing siswa.
5.             Adanya keakuratan dan kekinian materi pembelajaran
6.             Pembelajaran dapat dilakukan secara interaktif, sehinggga menarik siswa dan memungkinkan pihak berkepentingan (orang tua siswa maupun guru) dapat turut serta menyukseskan proses pembelajaran, dengan cara mengecek tugas-tugas yang dikerjakan siswa secara online.
Perkembangan / kemajuan teknologi internet yang sangat pesat dan merambah keseluruh penjuru dunia telah  dimanfaatkan oleh berbagai Negara, institusi, dan ahli untuk berbagai kepentingan termasuk didalamnya untuk pendidikan / pembeljaran. Berbagai percobaan untuk mengembangkan perangkat lunak (program aplikasi) yang dapat menunjang upaya peningkatan mutu pendidikan / pembelajaran terus dilakukan.
D. Penggunaan Internet dalam Pembelajaran
Internet merupakan sebuah jaringan global yang merupakan kumpulan dari jaringan-jaringan computer diseluruh dunia. Berikut ini hal-hal yang dapat difasilitasi oleh adanya internet yaitu :
1.             Discovery (penemuan), meliputi browsing dan pencarian informasi-informasi tertentu.
2.             Communication (komunikasi), internet menyediakan jaringan komunikasi yang cepat dan murah mulai dari pesan-pesan yang berupa buletin sampai dengan pertukaran komunikasi yang bersifat kompleks antar atau inter organisasi.
Internet juga dapat digunakan dalam bidang pendidikan dan dunia hiburan. Selain itu, untuk mempermudah perusahaan dalam melakukan berbagai transaksi bisnisnya, internet juga menyediakan fasilitas electronic commerce (EC) yang membantu berbagai kegiatan bisnis yang beragam, mulai dari periklanan sampai dengan berbagai jasa pelayanan yang ditawarkan kepada para konsumen. Beberapa peralatan yang dikembangkan dalam internet juga dikemangkan dalam network yang berada dalam suatu organisasi tertentu, yang dikenal dengan nama fasilitas internet. Karena jumlah informasi yang terdapat pada internet bertambah dua kali lipat dalam setiap tahunnya, maka untuk mempermudah pencarian data yang dibutuhkan, beberapa perusahaan mengembangkan fasilitas pencari data yang bersifat otomatis yang dikenal dengan nama software agents.
E. Internet Sebagai Sumber Belajar
Peranan internet dalam pendidikan sangat menguntungkan karena kemampuannya dalam mengolah data yang dengan jumlah yang sangat besar. Teknologi informasi sudah menjadi jaringan computer terbesar di dunia, yang dapat berfungsi dengan baikjika didukung oleh perangkat computer dengan perangkat lunak yang baik dengan guru yang terlatih baik. Menggunakan internet dengan segala fasilitasnya akan memberikan kemudahan untuk mengakses berbagai informasi untuk pendidikan secara langsung dapat meningkatkan pengetahuan siswa bagi keberhasilannya dalam belajar. Karena internet merupakan sumber informasi utama dan pengetahuan, melalui teknologi ini kita dapat melakukan beberapa hal, diantaranya untuk :
1.             Penelusuran dan pencarian bahan pustaka
2.             Membangun program artificial intelligence (kecerdasan buatan) untuk memodelkan sebuah rencana pembelajaran.
3.             Memberi kemudahan untuk mengakses apa yang disebut dengan virtual classroom ataupun virtual university.
4.             Pemasaran dan promosi hasil karya penelitian.
Kegunaan-kegunaan diatas dapat diperluas bergantung pada peralatan computer yang dimiliki , jaringan dan fasilitas telepon yang tersedia serta provider yang bertanggung jawab agar penggunaan jaringan komunikasi dan informasi tersebut tetap terpelihara.
Dari waktu kewaktu jika dilihat dari jumlah pemakaian yang makin meningkat secara eksponensial, setiap tahunnya memungkinkan fasilitas pada mulanya hanya dapat dinikmati segelintir orang dan sekelompok kecil sekolah terkemuka dengan biaya operasional yang tinggi, kedepan besar kemungkinan biaya yang besar itu akan dapat ditekan, sehingga pemanfaatan benar-benar dapat menjadi penunjang utama bagi pengelolaan pendidikan khususnya bagi pusat sumber belajar bagi kegiatan pendidikan didaerah.
F. Internet untuk Manajemen Pembelajaran
Agar pemanfaatan teknologi informasi tersebut dapat memberikan hasil yang maksimal, maka dibutuhkan kemampuan pengelola teknologi komunikasi dan informasi yang baik yang dapat diperoleh melalui pendidikan dan pelatihan baik untuk meningkatkan pembuat kebijakan pendidikan di daerah maupun pada tingkat sekolah. Pemahaman dan kemampuan manejerial kepala sekolah berkaitan dengan pemanfaatan teknologi komunikasi dan informasi yang merupakan salah satu syarat pokok dalam pemilihan kepla sekolah. Menurut Henry Mintzberg ada tiga peran pemimpin yang meliputi :
  1. Peran Interpesonal
  2. Peran informasional
  3. Peran pengambilan keputusan
Sistem informasi telah dikembangkan untuk mendukung ketiga peran itu. Peran pembuat keputusan khususnya dalam bidang pendidikan. Keberhasilan seorang manajer dalam membuat keputusan bergantung pada pelaksanaan fungsi manajerial seperti planning, organizing, directing, dan controlling.